Kawah Ijen -- Where We Can Find Blue Fire


13 Januari 2017 pukul 14.00

Kami singgah di pom bensin area sekitar Jalan Situbondo-Banyuwangi untuk shalat. Jangan pernah lupa shalat walau dalam keadaan travelling. Perjalanan masih jauh, sangat jauh, sekitar 53 km lagi kurang lebih hampir 2 jam menuju Bumi Perkemahan Paltuding, Gunung Ijen. Perjalanan masih tetap kami tempuh menggunakan motor, berdua saja. Kami sedang mengejar waktu untuk sampai di Paltuding sore hari, paling tidak sebelum maghrib, sebelum matahari terbenam, sebelum gelap, karena kami tak tahu seperti apa medan yang akan kami tempuh.

Satu jam lebih kami lalui menuju Bumi Perkemahan Paltuding, sekitar 30 km lagi melalui Kecamatan Licin.
Kami melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Lucunya, ketika kita sudah melaju naik di kaki gunung Ijen, dan ban motor tiba-tiba bocor. Panik, tapi berusaha tenang, kami kembali turun untuk mencari tukang tambal ban. Note: cek kondisi kendaraan sebelum naik ke Ijen, karena tak ada tukang tambal ban di atas sana.

Saya melajukan motor turun k bawah, alhasil bapak tukang tambal bannya sedang tidak ada ditempat. GPS kedua kali ini lah yang berfungsi, “Gunakan Penduduk Sekitar”. Memang ada saatnya kita waspada pada orang-orang tak dikenal. Namun, jangan pernah malu bertanya. Saya kembali melaju turun dengan motor vario ini. Sedangkan teman saya berjalan jauh di belakang. Berkali-kali saya bertanya warga mengenai lokasi tukang tambal ban. Finally, I got it. Fiiuuhh…..

Saat menambal ban, kami bertemu dengan bapak yang sedang membenahi motornya juga. Kami saling bercerita karena ternyata anaknya sedang kuliah di Malang. Bapak yang saya lupa namanya itu juga mengingatkan untuk berhati-hati ketika turun dari Paltuding saat pulang nanti, karena banyak kejadian rem blong dan jatuh saat turun dari Paltuding. Cerita itu membuatku penasaran, seperti apa medan yang akan kami lalui ini, cukup ekstrim nanjaknya kah atau bagaimana.

Usai menambal ban kami lanjutkan perjalanan dengan cukup hati-hati karena unpredictable things can happened everytime. Ternyata jalannya hampir mirip jalan ke arah Pujon dan Paralayang. Paltuding masih 10 km lagi, dan semakin ke atas, jalan akan semakin menanjak, tak ada warga disana, yang ada hanya hamparan perkebunan dan sawah.

Namun beberapa kilo dari sawah tersebut, ada warung-warung tempat peristirahatan sementara. Kami menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak, mengistirahatkan motor juga tepatnya. Perut pun tak bisa dikompromi lagi, sudah bergetar lapar, kami membeli indomie goreng seporsi ditambah telor ceplok dan nasi yang ternyata banyak sekali porsinya.

Setengah jam berlalu kami melanjutkan perjalanan ke Paltuding. Semakin ke atas, kami semakin sendiri, serasa di tengah tebing yang banyak ditumbuhi pohon, cukup ekstrim, dengan 10 km jarak yang harus kami tempuh. Tidak bisa membayangkan jika melakukan perjalanan ke Paltuding malam hari, saya tak punya nyali sekuat itu. Really.

13 Januari 2017 pukul 17.10

Sekitar Pukul 17.15 kami memasuki gapura selamat datang menuju Kawasan Gunung Ijen. Disana kami dikenakan retribusi sebesar Rp.3000 per orang. Sekitar pukul 17.30 an kami sampai di Bumi Perkemahan Paltuding. Wow, lega rasanya sampai disana.
Karcis Retribusi dan Karcis Masuk Kawasan Pendakian ke Kawah Ijen
Kami memarkir motor kami dan bertanya pada petugas mengenai penginapan di sekitar Paltuding. Tak ada penginapan disana, sebelumnya saya membaca banyak cerita teman-teman pendaki bahwa ada penginapan di Paltuding. Tak ada. Penginapan tersebut ada beberapa tahun yang lalu. Sekarang yang ada hanya penyewaan tenda. Really unpredictable, tepaksa kami sewa tenda seharga Rp. 150.000 ditambah sewa masker teropong seharga Rp. 25.000 per orang. Tak apalah.
Kami mengganti pakaian di tenda karena saya tahu pasti airnya sangat sangat dingin, mengingat perjalanan ku ke Ranukumbolo beberapa tahun yang lalu sangat dingin air dan udaranya. Kami memutuskan untuk shalat lalu istirahat dan memulihkan kondisi kami yang sedikit kelelahan agar tengah malam nanti kami bisa fit lagi.

Semakin malam semakin mencekam udara dinginnya. saya terbangun sekitar pukul 21.00. Saya membangunkan teman saya dan memberitahunya jika kita terus tidur tanpa melakukan aktivitas apapun, akan semakin terasa dingin. Kami berjalan-jalan di sekitar Paltuding sambil mencari spot foto yang bagus. Kami bertegur sapa dengan para pendaki lain, dan notabene banyak sekali yang datang dari Malang maupun Surabaya. Dan sekali lagi mereka terkejut, kami hanya berdua, cewek-cewek kesini. Mereka pikir untuk apa? Mendaki lah, menikmati segala keindahan ciptaanNya, menambah wawasan pengetahuan yang tak terbatas.
Fitri nge-teh di warung area Bumi Pekemahan Paltuding
Alhasil, Kami bertemu dengan 2 orang pendaki lain. Mereka bernama Bagas dan Nanda. Mereka seorang pelaut dan climber asli Banyuwangi. Kami saling bertukar cerita, 6 kali si Bagas naik ke Ijen hanya 1 kali dia bertemu blue fire, yang hanya ada di 2 tempat di dunia yaitu di Kawah Ijen dan di Islandia. Maka tak heran jika banyak turis asing mendaki kesini hanya untuk melihat langsung blue fire.

14 Januari 2017
Pukul 01.00 kami membeli tiket seharga Rp.7.500. Dan tepatnya kami mendaki bersama Bagas dan Nanda, istilahnya mereka guide kita sekaligus penolong nih.
Unlucky, cuaca mendung dan tak bersahabat, gerimis mendera. Jalanan yang ekstrim menanjak membuat kami beristirahat terlalu sering untuk sekedar mengatur penafasan. Sekitar pukul 02.30an kami sampai di Puncak Ijen. Sepanjang perjalanan hanya mengucap Subhanallah Walhamdulillah Walaila ha illallah hu Allahu Akbar. Semegah ini ciptaanNya. Keji jika masih ada orang yang kufur nikmat dan tidak percaya akan keEsaan Allah.
Loket Pembelian Tiket Masuk Kawasan Ijen untuk Wisatawan Nusantara

Hati-hati karena medannya pasir maka sangat licin. Hujan semakin deras. Kami tak dapat melihat hijau kawah Ijen dengan jelas. Blue fire tak tampak. Namun banyak orang yang nekat kebawah memastikan lagi akan blue fire yang sama sekali tak terlihat karena cuaca tak mendukung ini. Kami berusaha memotret pemandangan sekitar. Gelap semua, flash pun tak bisa membantu. Cuaca benar-benar tak mendukung. Saran dari Bagas, sebaiknya mendaki ke kawah Ijen saat kemarau dan saat bulan Purnama, maka akan terlihat jelas Blue fire nya.
Penambang yang akan naik ke Ijen
Setengah jam kami di atas sambil membuat rumah payung di atas dan merasakan dingin hebat menembus jaket saya. Hujan tak kunjung reda, kami memutuskan untuk turun. Lebih baik naik ke gunung dari pada turun gunung, karena semakin capek saat turun gunung. Udara pun semakin dingin rasanya. 

Kami mencoba kembali memotret pemandangan sekitar, tetap nihil. Kami memutuskan untuk turun gunung. Tak terasa pagi mulai menampakkan diri namun mendung tak kunjung pergi. Jadi kami hanya bisa berfoto dengan background pegunungan di sekitarnya, bukan di kawah Ijen.
Mereka (penambang) tetap semangat mendaki setiap hari walau bayaran sedikit

Kami memutuskan untuk turun gunung

Beruntungnya kami segera turun karena pukul 07.00 asap belerang sudah mengepul memenuhi langit di atas sana. Walau kami gagal melihat blue fire dan hijaunya kawah, tak apalah, yang penting kami sudah sampai puncak Ijen, excited. Kami sempat berada di atas awan pula saat turun, keren.
Saya dan Fitri bersama 2 teman baru kami
Bangunan tua di Gunung Ijen.. (Coretan-coretannya itu lhoo, menyedihkan lihatnya)

Kami sampai di tenda sekitar pukul 08.00, bergegas mengemasi barang karena jadwal kereta kita kembali ke Surabaya pukul 13.00. Sekali lagi kami berhati-hati saat mengendarai motor turun dari Paltuding. Untung saja motor yang kami sewa bagus mesinnya.


14 Januari 2017 pukul 09.00

Sampai di kota kami mampir untuk merasakan seperti apa Nasi Tempong khas Banyuwangi. Entah benar atau tidak, rasanya seperti nasi lalapan di Malang dan penyetan di Surabaya ternyata. Hanya saja rasa sambalnya nikmat sekali.
Kata yang punya warung sih ini Nasi Tempong

Kami berkendara ke arah stasiun Karangasem dan menyewa kembali homestay yang kemarin kami sewa hanya setengah hari. Kali ini juga setangah hari pula. Ibu Dewi, nama pemiliknya. Dia mematok harga yang sama dengan kemarin, namun kamar lebih luas dan bersih.

Kami mendapat kamar yang lebih luas dan lebih bersih dari kemarin. Saya tertidur pulas disana sampai pukul 11.00. Saya terbangun tiba-tiba mengingat jadwal kereta kami menuju Surabaya pukul 13.30. Tak lupa kami membeli oleh-oleh di toko milik Ibu Dewi juga, dan saat kami check out, kami hanya diberi tarif Rp.20.000 per orang. Baik sekali Ibu Dewi, terima kasih.

Tak lupa mengembalikan motor ke Banyuwangi Adventura, dan tarif yang harus kami bayar hanya Rp.115.000 rupiah untuk 2 hari 1 malam, terima kasih Banyuwangi Adventura, recommended sekali.
Tiket Kereta Api KNE-SGU

That’s all. 2 hari 2destinasi seru. Well, I will come to Banyuwangi again. Masih banyak tempat seru di Banyuwangi yang perlu untuk dikunjungi.
Damn cool Banyuwangi. Amazing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jelajah Alam Liar Baluran (Secret of Baluran)

Mengarungi Alam Liar Baluran (Trip to Baluran)